Senin, 17 Maret 2014

Bahan Berbahaya


BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Desember 11, 2007, 4:28 am
Filed under: Tidak terkategori
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
1. Latar belakang
Pengertian bahan berbahaya dan beracun menurut peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 adalah ” Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya”.
Bentuk dari bahan berbahaya dan beracun meliputi padat, cair, gas, adapun Bahan berbahaya dan beracun dalam bentuk padat adalah fiber glass, glass wool, Asbes, phospor, berilium, serbuk kayu, sedangkan yang cair adalah terpentin, benzen, alkohol, pestisida, dan yang gas adalah hydrogen, fluoride, sulfur dioxide, phosgene, carbon monoxide, hydrogen cyanide, and hydrogen sulphide.
2. Klasifikasikan Bahan Berbahaya Dan Beracun
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2001 pasal 5 ayat 1 menerangkan bahwa bahan berbahaya dan beracun (B3) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Mudah meledak (explosive);
Adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (250 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.
b. Pengoksidasi (oxidizing);
Adalah waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable);
Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 00 C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 350 C.
d. Sangat mudah menyala (highly flammable);
Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala 00 C – 210 C.
e. Mudah menyala (flammable);
Yang mempunyai salah satu sifat sebagai berikut :
1. Berupa cairan
Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 600 C (1400 F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-Up Test.
2. Berupa padatan
Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (250 C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan bahan berbahaya dan beracun (B3) mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh titik nyala kurang dari 400C.
f. Amat sangat beracun (extremely toxic);
g. Sangat beracun (highly toxic);
h. Beracun (moderately toxic);
Adalah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.
i. Berbahaya (harmful);
Adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu.
j. Korosif (corrosive);
B3 yang bersifat korosif mempunyai sifat antara lain :
1. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit;
2. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 550 C;
3. Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.
k. Bersifat iritasi (irritant);
Adala Bahan padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan.
l. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment);
Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
m. Karsinogenik (carcinogenic);
Adalah sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh.
n. Teratogenik (teratogenic);
Adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.
o. Mutagenik (mutagenic).
Adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika.





BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Meningkatnya penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada berbagai kegiatan antara lain kegiatan perindustrian, kesehatan, maupun kegiatan rumah tangga dapat dipastikan akan menghasilkan limbah B3. Limbah tersebut akan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun kesehatan manusia bila tidak dikelola dengan benar. Keberadaan limbah B3 sebagian besar memang berasal dari sektor industri, namun limbah B3 dari sektor domestik atau yang disebut dengan sampah B3 permukiman juga perlu mendapat perhatian. Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan merusakkan lingkungan hidup, sehingga dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Peraturan Pemerintah No. 18 Pasal 1 Tahun 1999).

B.       Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.     Bagaimana karakteristik dari bahan kimia B3?
2.     Bagaimana efek limbah B3 terhadap kesehatan manusia?
3.     Bersumber darimanakah limbah B3?
4.     Bagaimana hukum dalam penanganan B3?

C.      Tujuan
1.    Untuk mengetahui karakteristik dari bahan kimia B3.
2.    Untuk mengetahui efek limbah B3 terhadap kesehatan manusia.
3.    Untuk mengetahui sumber limbah B3.
4.    Untuk mengetahui hukum dalam penanganan B3.

BAB II
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

A.      Karakteristik Bahan Kimia
Berdasarkan hukum pasal 1 ayat 1 Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Bahan Kimia B3 memiliki karakteristik berdasarkan klasifikasi B3 (Pasal 5 ayat 1 Pemerintah) sebagai berikut:
1.      Mudah meledak (explosive).
2.      Pengoksidasi (oxidizing).
3.      Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable).
4.      Sangat mudah menyala (highly flammable).
5.      Amat sangat beracun (highly flammable ).
6.      Sangat beracun (highly beracun).
7.      Beracun (mederately toxic).
8.      Korosif (corrosive).
9.      Bersifat Iritasi (irritant).
10.  Berbahaya bagi lingkungan(dangerous to the environment).
11.  Karsinogenik (carcinogenic).
12.  Teratogenik (teratogenic).
13.  Mutagenik (mutagenic).
Untuk mendeteksi kandungan B3 dalam limbah dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif adalah Screening test atau Fingerprint test. Uji kualitatif ini untuk mengetahui karakteristik suatu limbah dengan maksud untuk mengantisipasi langkah-langkah dan penanganan limbah tersebut serta untuk membedakan/mengidentifikasi suatu jenis limbah dengan limbah lainnya.Uraian beberapa parameter dalam Screening test / Fingerprint test yang dapat dijadikan indikasi awal karakteristik limbah B3 dijelaskan sebagai berikut:
1.      pH
Hasil pengukuran pH jika pH kurang lebih sama dengan 5 atau pH kurang lebih sama dengan 12,5, maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai golongan limbah B3 karena bersifat korosif.
2.      Reaktifitas Air
Reaktifitas air ini merupakan suatu parameter untuk menguji reaktifitas menggunakan air. Suatu limbah dapat dinyatakan bersifat reaktif apabila dalam pengujiannya terjadi gejala-gejala seperti adanya pelepasan gas, terbentuknya emulsi, perubahan temperatur dan lain-lain.
3.      Pengoksidasi
Dalam pengujian pengoksidasi ini apabila suatu limbah menunjukan adanya kandungan senyawa oksidan (oksidan positif), maka dapat diambil kesimpulan bahwa limbah tersebut mempunyai indikasi sebagai limbah B3. Karena apabila senyawa oksidan bercampur dengan senyawa organik dapat bereaksi secara spontan menghasilkan panas, gas atau bahkan menimbulkan ledakan.
4.      Mudah Terbakar
Seperti kita ketahui bahwa salah satu karakteristik bahan kimia B3 adalah mudah meledak atau mudah terbakar. Sehingga ketika suatu limbah didekatkan pada suatu nyala api , apabila sampel langsung terbakar maka dapat diindintikasi limbah tersebut memiliki karakteristik mudah terbakar.

5.      Kandungan Amonia
Dalam hal ini gas amonia pelu diuji karena termasuk gas yang beracun. Apabila suatu limbah mengandung gas amonia, dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu basa maka akan bersifat reaktif.
6.      Kandungan Sianida
Sama halnya dengan amonia, gas sianida ini merupakan gas yang beracun dan mematikan. Apabila suatu limbah mengandung sianida positif, maka dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu asam maka akan bersifat reaktif.
7.      Kandungan Sulfida
Gas sulfida merupakan gas yang beracun dan mematikan. Apabila suatu limbah mengandung sianida positif, maka dapat dinyatakan bahwa limbah tersebut kemungkinan termasuk kedalam limbah B3, karena apabila bercampur dengan suatu asam maka akan bersifat reaktif.
Limbah B3 memiliki sifat mudah terbakar dan meledak, dan limbah tersebut bisa berupa gas, cair, cair ataupun padat dengan karakteristik yang berbeda.
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah-limbah yang mempunyai beberapa sifat berikut : 1) limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. 2) limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air. 3) apabila tercampur air akan meledak, menghasilkan gas, uap, asap beracun yang membahayakan bagi manusia dan lingkungan. 4) limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang dapat membahayakan kesehatan manusia. 5) limbah yang mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25˚C,760 mmHG). 6) limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas/menerima oksigen.
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, kulit, atau mulut. Limbah yang menyebabkan infeksi ialah bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah yang bersifat korosif adalah limbah yang bersifat : 1) menyebabkan iritasi pada kulit. 2) menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja dengan laju korosi lebih besar dari 6,35mm/tahun dengan temperatur 55˚C. 3) mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam atau lebih besar dari 12,5 untuk bersifat basa.

B.       Sumber Limbah B3
Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi :
1.      Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (sebagaimana lampiran I tabel 1 PP 85/1999) yaitu limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya melainkan dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan dan lain-lain.
2.      Limbah B3 dari sumber spesifik (sebagaimana lampiran I tabel 2 PP85/1999) yaitu sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
3.      Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi (sebagaimana lampiran I tabel 3 PP 85/1999).

C.      Dampak B3 terhadap Kesehatan Manusia
Limbah B3 masuk ke lingkungan melalui media air, tanah, udara, dan hewan / biota yang mempengaruhi secara kontinyu dan tidak kontinyu, bertahap dan seketika, teratur dan tidak teratur. Limbah B3 meracuni makhluk hidup melalui rantai makanan sehingga menyebabkan organisme (tumbuhan, hewan dan manusia) terpapar oleh zat-zat beracun.
Limbah B3 mempengaruhi kesehatan dengan mencelakakan manusia secara langsung (akibat ledakan, kebakaran, reaktif dan korosif) dan maupun tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi manusia. Zat toksik (racun) yang dihasilkan oleh limbah B3 masuk ke tubuh manusia melalui :
a.       Oral  yaitu melalui mulut dan kemudian saluran pencernaan, sulit mencapai peredaran darah.
b.       Inhalasi yaitu melalui saluran pernapasan, bersifat cepat memasuki peredaran darah.
c.       Dermal yaitu melalui kulit sehingga mudah masuk ke dalam peredaran darah.
d.      Peritonial yaitu melalui suntikan, langsung memasuki peredaran darah.
Dampak limbah B3 terhadap kesehatan manusia salah satu contohnya yaitu kasus Penyakit Minamata : Dipinggir teluk Minamata di Jepang bermukim rakyat nelayan. Para nelayan rupanya telah terbiasa mengkonsumsi ikan yang berasal dari teluk tersebut. Akan tetapi teluk tersebut sudah tercemar limbah, yang diakibatkan oleh beberapa industri membuang limbah ke teluk Minamata. Para ahli kimia pabrik mengatakan bahwa limbah pabrik mengandung methylmercury yang tidak berbahaya, namun kenyataannya fitoplankton, zooplankton dan ikan yang ada di teluk tetap hidup. Namun, setelah terakumulasinya methylmercury sekitar 10 tahun, tanpa disadari telah berlipat ganda ribuan kali mercury di dalam tubuh nelayan. Karena methylmercury termasuk logam berat, maka akan menimbulkan dampak kesehatan yaitu keturunan dari nelayan yang telah mengkonsumsi ikan dari teluk Minamata mengalami cacat jasmani dan mental. Jadi penyakit sejenis penyakit Minamata dapat terjadi dimana saja, melalui proses akumulasi dan penggandaan biologik.

D.      Toksikologi Limbah B3
Menurut PP No. 85 tahun 1999, selain berdasarkan sumber dan uji karakteristik, suatu limbah B3 dapat juga diidentifikasi berdasarkan uji toksikologi. Uji toksikologi digunakan untuk mengetahui sifat akut atau kronik limbah yang dimaksud. Penentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosis - respons antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai LD50.
LD50 (Lethal Dose fifty) adalah dosis limbah (gram / Kg Berat Badan) yang dapat menghasilkan 50% respons kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis data secara grafis dan atau statistik terhadap hasil uji hayati tersebut. Sifat kronis limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik,teratogenik) ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat dalam limbah dengan cara mencocokkan zat pencemar tersebut dengan lampiran III PP 85/1999.

E.       Hukum dalam Penanganan Limbah B3
Limbah B3 perlu dikelola sebab jumlah dan jenis bahan kimia yang beredar meningkat. Dengan beredarnya segala jenis limbah B3, maka banyak terjadi kasus-kasus kecelakaan, keracunan, atau gangguan kesehatan serta lingkungan yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : penanganan dan penggunaan pestisida yang kurang baik dan tepat, peredaran bahan kimia berbahaya yang sudah dilarang (arsen, garam dan sianida), sistem pengemasan dan penandaan (simbol/label yang tidak memadai), sistem penyimpanan yang tidak memenuhi persyaratan teknis.
Dengan kasus-kasus di atas, maka perlu dilakukan pengelolaan limbah B3 yang baik dan benar. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut (PP No.18 & 85 tahun 1999). Dengan Pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi.
Penanganan limbah B3 secara umum dapat dilakukan dengan cara, diantaranya :
1.      Daur ulang atau recovery dengan memanfaatkan kembali bahan baku dengan metoda daur ulang atau recovery.
2.      Pembakaran (Insinerator) yaitu memusnahkan dengan cara pembakaran pada alat pembakar khusus.
3.      Proses detoksifikasi dan netralisasi dengan mengurangi kadar racun.
4.      Penimbunan / penanaman (Landfill). Penanganan secara penimbunan dilakukan terhadap limbah padat dan residu dari proses solidifikasi, sisa dari proses daur ulang, sisa pengolahan fisik-kimia, katalis, ter, lumpur padat (sludge) dan berbagai limbah yang tidak dapat diolah atau diproses lagi.

BAB III
KESIMPULAN

Untuk mengetahui suatu limbah merupakan limbah B3 atau bukan dapat dengan melakukan uji kualitatif dan kuantitatif. Dalam uji kuantitatif dapat menggunakan parameter pH, reaktifitas air, pengoksidasian, mudah terbakar, kandungan amonia, kandungan sianida dan kandungan sulfida.
Limbah B3 hasil buangan industri, kesehatan, maupun kegiatan rumah tangga yang dibuang ke lingkungan sangat berbahaya dan dapat merusak lingkungan. Maka dari hal tersebut tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk mencegah dampak negatif dari limbah B3, yang salah satu caranya yaitu dengan pengelolaan limbah B3 yang baik sesuai dengan Peraturan Pemerintah : PP No.18 Pasal 1 dan 85 Tahun 1999. Dan penanganan limbah B3 harus didukung oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat umum, guna mencegah peredaran limbah B3 yang berbahaya ini.

DAFTAR PUSTAKA

Koosbandiah, Hertien Surikarti. (2011). Tosikologi Lingkungan dan Metode Uji Hayati. Bandung : Rizqi Press.
Anonim. (2010). Pengelolaan limbah B3. [Online]. Tersedia :http://k3pelakan.blogspot.com/2010/11/pengelolaan-limbah-bahan-berbahaya-dan.html. [ 20 Maret 2012 ]
Anonim. (2011). Zat-zat Berbahaya dan Beracun. [Online]. Tersedia :http://belajar.kemdiknas.go.id/index5.php?display=view&mod=script&cmd=Bahan%20Belajar/Pengetahuan%20Populer/view&id=181&uniq=1477. [ 13 Maret 2012 ]
Anonim. (2013).Bahan Berbahaya Beracun (B3).[Online]. Tersedia: http://ohanhandiyantomatematika.blogspot.com/2013/01/makalah-plh-bahan-berbahaya-dan-beracun.html. [14 Maret 2014]

Musim Kering


1.      Pengertian Musim Kering
                 Musim kering adalah musim di daerah tropis yang dipengaruhi oleh sistem muson. Untuk dapat disebut musim kemarau, curah hujan per bulan harus di bawah 60 mm per bulan (atau 20 mm per dasarian) selama tiga dasarian berturut-turut.
                 Musim kering biasanya terjadi pada sekitar bulan oktober-april.
2.      Daerah Yang Mengalami Musim Kering
                 Wilayah tropika seperti di Asia Tenggara dan Asia Selatan,Australia bagian timur laut,Afrika, dan sebagian Amerika Selatan mengalami musim ini karena  mereka termasuk Negara dwimusim,sama seperti Negara Indonesia.
                 Pemicu musim kemarau yang panjang disebut Gejala ENSO.
3.      Dampak Musim Kering
                 Dampak musim kering terbagi menjadi dua yaitu, dampak negatif dan dampak positif.
Adapun dampak negatignya:
*     Pada daerah-daerah tertentu yang minim air akan mengalami kekeringan.
*     Karena panas yang berkepanjangan dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan.
*     Petani sulit mengairi sawah.
*     Musim kering yang terlalu panjang dapat mengakibatkan petani gagal panen.
*     Jika temperatur udara tinggi akan lebih sering berkeringat.


Adapun dampak positif:
*     Lebih mudah beraktifitas.
*     Pakaian lebih cepat kering.
*     Dapat digunakan sebagai PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).
*     Nelayan lebih mudah melaut dan transportasi laut lancar.
*     Dengan adanya musim kemarau bencana tanah longsor dan banjir tidak akan sering terjadi karena tidak ada hujan yang begitu deras.

4.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari musim kering:
Musim kering membawa keberuntungan bagi sebagian masyarakat namun ada juga yang mengalami kerugian dari musim tersebut.

Peranan Bahasa Indonesia Dalam Kehidupan Sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita tahu bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara terlisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status. Bahasa tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa. Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’ secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi tertentu.
Bahasa memiliki peranan penting dalam kehidupan, karena selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi secara tidak langsung yakni dalam bentuk tulisan, pada dasarnya bahasa merupakan ekspresi karena dengan bahasa manusia dapat menyampaikan isi hati dan berkomunikasi dengan sesamanya.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, bahasa  Indonesia mengalami banyak pengembangan dan variasi. Sehingga  pengembangan bahasa itu sendiri sudah tidak asing lagi bagi negara manapun.
Semuanya itu dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di negara kita itu disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah bahasa.
Bahasa Indonesia juga merupakan bahasa terpenting di negara Republik  Indonesia. Oleh karenanya, kedudukan bahasa Indonesia antara lain, yaitu sebagai bahasa nasional, sebagai lambang kebanggaan bangsa, dan sebagainya. Sedangkan fungsi bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara, pengantar dalam lembaga pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional, dan alat pengembangan budaya serta  ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa fungsi bahasa Indonesia?
2. Apa macam-macam fungsi bahasa Indonesia?
3. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesa sebagai bahasa nasiaonal?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui fungsi bahasa Indonesia.
2. Menyebutkan dan menjelaskan macam-macam fungsi bahasa Indonesia.
3. Mengetahui kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.

BAB II PEMBAHASAN
A. Fungsi Bahasa Indonesia
Janganlah sekali-kali disangka bahwa berhasilnya bangsa Indonesia mempunyai bahasa Indonesia ini bagaikan anak kecil yang menemukan kelereng di tengah jalan. Kehadiran bahasa Indonesia mengikuti perjalanan sejarah yang panjang. (Untuk meyakinkan pernyataan ini, silahkan dipahami sekali lagi Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia.) Perjalanan itu dimulai sebelum kolonial masuk ke bumi Nusantara, dengan bukti-bukti prasasti yang ada, misalnya yang didapatkan di Bukit Talang Tuwo dan Karang Brahi serta batu nisan di Aceh, sampai dengan tercetusnya inpirasi persatuan pemuda-pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 yang konsep aslinya berbunyi:
1. Kami poetera dan poeteri Indonesia, Mengakoe bertoempah darah satoe, Tanah Air Indonesia.
2. Kami poetera dan poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, Bangsa Indonesia.
3. Kami poetera dan poeteri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean,Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Sebab di negara lain, khususnya negara tetangga kita, mencoba untuk membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan bentrokan sana-sini. Oleh pemuda kita, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama. Kita patut bersyukur dan angkat topi kepada mereka.
Kita tahu bahwa saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh kawasan tanah air kita. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat kita sama sekali tidak merasa bahwa bahasa daerahnya disaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua francaini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khusunya pemuda-pemudanya yang mendukung lancarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928? Perbedaan ujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda semangat dan jiwa bahasa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru diganti dengan nama bahasa Indonesia.
Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan belajar. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa, Sehingga dengan adanya fungsi bahasa tersebut memungkinkan seorang untuk berpikir secara abstrak. Dengan artian seseorang dapat memikirkan suatu hal meskipun objek yang difikirkan itu tidak berada di dekatnya.
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, akibat pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.
Fungsi bahasa Indonesia selain kedudukannya sebagai bahasa nasional,  bahasa Indonesia mempunyai fungsi sebagai:
1) Lambang kebanggaan Kebangsaan
2) Lambang identitas nasional,
3) Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4) Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai:
1) Bahasa resmi kenegaraan
2) Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3) Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
4) Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Dari fungsi bahasa ini termasuk dikategorikan dalam bentuk khusus.
B. Macam-macam Fungsi Bahasa Indonesia
Secara garis besar macam-macam fungsi bahasa Indonesia terbagi dua yakni, berdasarkan kedudukan dan fungsinya.
1. Berdasarkan Kedudukannya
Fungsi bahasa Indonesia berdasarkan kedudukan sebagai bahasa nasional menurut hasil perumusan seminar politik bahasa Indonesia pada tanggal 25-28 februari 1975 bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut:
a. Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan
Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Atas dasar ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kembangkan serta rasa kebanggaan pemakainya senantiasa kita bina.
b. Sebagai Lambang Identitas Nasional
Bahasa Indonesia kita junjung  di samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain.
c. Alat Perhubungan Antarwarga, Daerah, dan Budaya
Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah dan antarsuku bangsa. Berkat adanya bahasa nasional kita dapat berhubungan satu dangan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.
d. Alat yang Memungkinkan Penyatuan Berbagai Suku Bangsa Indonesia
Fungsi bahasa indonesia yang keempat dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya berbagai alat suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah  berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkap perasaan.
2. Berdasarkan Fungsinya
Berdasarkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi menurur seminar politik bahasa nasional pada tanggal 25-28 februari 1975 sebagai berikut:
a. Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
Mampu mengungkapkan gambaran, maksud, gagasan, dan perasaan. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita. Ada 2 unsur yang mendorong kita untuk mengekspresikan diri, yaitu:
Agar menarik perhatian orang lain terhadap diri kita.
Keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.
b. Bahasa Resmi Kenegaraan
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Termasuk ke dalam kegiatan-kegiatan itu adalah penulisan dokumen-dokumen dan putusan-putusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
c. Sebagai Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar dilembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali di pelosok-pelosok daerah tertentu mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Di daerah ini, bahasa daerah boleh dipakai sebagai bahasa pengantar di dunia pendidikan tingkat sekolah dasar sampai tahun ketiga (kelas tiga). Setelah itu, harus menggunakan bahasa Indonesia. Karya-karya ilmiah di perguruan tinggi (baik buku rujukan, karya akhir mahasiswa, seperti skripsi, tesis, disertasi, dan hasil atau laporan penelitian)  yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa bahasa Indonesia telah mampu sebagai alat penyampaian Iptek, dan sekaligus menepis anggapan bahwa bahasa Indonesia belum mampu mewadahi konsep-konsep Iptek.
Sebagai fungsinya yang kedua di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kecuali di daerah-daerah, seperti daerah aceh, batak, sunda,  jawa, madura, bali, dan makasar yang menggunakaan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Selain itu juga menurut Minto Rahayu, telah dibuktikan bahwa sejak bangsa Indonesia diproklamasikan sebagai negara (17 Agustus 1945), bahasa Indonesia telah digunakan sebagai pengantar dalam dunia pendidikan menggantikan bahasa Belanda, kecuali di TK dan tiga tahun SD, penggunaan bahasa daerah belum sama sekali dapat dihilangkan, mengingat bahasa Indonesia masih dianggap sebagai   bahasa kedua. Namun, perkembamgan membuktikan bahwa bahasa Indonesia semakin banyak digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan di semua jenjang dan jalur pendidikan.
Dari ketiga versi pendapat ini bisa disimpulkan bahwa fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, itu memiliki kesamaan dan juga perbedaan, yakni kesamaanya fungsi bahasa Indonesia pengantar pendidikan itu di mulai dari lembaga pendidikan terendah TK, SD dan seterusnya sampai ke jenjang yang tertinggi (Perguruan Tinggi). Adapun perbedaannya hanya sedikit sekali yaitu dalam segi penggunaan dalam daerah masing-masing, karena penggunaan bahasa daerah belum bisa dihilangkan, mengingat kedudukannya masih sebagai bahasa kedua sebelum menggantikan bahasa Belanda.
d. Alat Perhubungan pada Tingkat Nasional untuk Kepentingan Pembangunan
Sebagai fungsinya yang ketiga di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia adalah alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk kepentingan pelaksanaan pemerintah.
Dalam fungsi ini, bahasa Indonesia dipakai bukan saja alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang sama latar  belakang sosial budaya dan bahasanya.
e. Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Penyebaran ilmu dan teknologi baik melalui penulisan maupun  penerjemahan buku-buku teks serta penyajiannya di lembaga-lembaga pendidikan maupun melalui penulisan buku-buku untuk masyarakat umum dan melalui sarana-sarana lain di luar lembaga-lembaga pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu di dalam hubungan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah. Pada waktu yang sama, bahasa Indonesia kita gunakan sebagai alat untuk menyatakan nilai-nilai sosial budaya nasional kita.
3. Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar dalam Pendidikan
Mengenai penjelasan tentang fungsi bahasa Indonesia sebagai pengantar dalam pendidikan bahwasanya telah diterangkan di atas bahwa, kedudukan kedua dari kedudukan bahasa dibuktikan dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai pengantar pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga harus berbahasa Indonesia.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Karena dengan cara ini akan sangat membantu dalam meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu dan teknologi (IPTEK).
Mengenai tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dunia pendidikan di sebuah Negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu.
Pemakaian lebih dari satu bahasa dalam dunia pendidikan mengganggu keefektifan pendidikan. Sehingga dengan sebuah keseragaman bahasa itu, dapat menjadikan lebih hemat biaya pendidikan. Selain itu juga, peserta didik dari tempat yang berbeda  dapat saling berhubungan.
a. Peranan Bahasa Dalam Pendidikan
Pendidikan bahasa Indonesia mempunyai peranan yang penting di dalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang bahasa. Agar kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana cara kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Terutama  bagi calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia memang sangat penting. Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada anak-anak didiknya, ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Apabila seorang pendidik menggunakan bahasa yang kurang baik, maka akan dicontoh anak-anak didiknya.
b. Pemakaian Bahasa Dalam Pendidikan
Dalam pemakaian ataupun penggunaannya fungsi bahasa Indonesia yang paling utama adalah sebagai alat komunikasi. Dalam hal ini berbagai penjelasan mengenai pemakaian fungsi bahasa dalam pendidikan telah dapat dikemukakan oleh para ahli bahasa. Beberapa pakar memberikan penjelasan mengenai pemakaian fungsi bahasa dapat dilihat dari cara pandang masing-masing.
Akan tetapi, penjelasan mengenai pemakaian fungsi bahasa secara keseluruhan memiliki banyak persamaan. Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, secara konstekstual bahasa yang digunakan anak-anak dwibahasawan berfungsi sebagai alat berinteraksi atau interaksional, merupakan alat diri atau personal, alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristik, dan untuk menyatakan imajinasi dan khayal.
Dengan demikian fungsi bahasa dapat diartikan  sebagai fungsi untuk menjelaskan suatu informasi atau materi pelajaran yang terkait secara kontekstual. Dan bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan  akan bahasa yang seragam dalam pendidikan di Indonesia. Adapun itu juga, bahasa Indonesia dalam pemakaiannya telah berkembang pesat dan sudah tersebar luas. Sehingga  pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia pendidikan bukan hanya terbatas pada bahasa pengantar, akan tetapi bahan-bahan ajar juga memakai bahasa Indonesia. Dalam konteks ini bahasa Indonesia adalah bahasa yang membuka jalan bagi kita menjadi anggota yang seutuhnya dari bangsa Indonesia.

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fungsi bahasa Indonesia dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan belajar. Sebagaimana telah diketahui bahwa bahasa sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa, Sehingga dengan adanya fungsi bahasa tersebut memungkinkan seorang untuk berpikir secara abstrak.
2. Macam-macam fungsi bahasa Indonesia, yaitu:
a. Berdasarkan Kedudukannya
Sebagai Lambang Kebanggaan Kebangsaan
Lambang identitas nasional
Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya, dan
Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
b. Berdasarkan fungsinya
Bahasa resmi kenegaraan
Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
3. Fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, yaitu:
Menurut Muhammad Rohmadi, Dkk, (2008:6) tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dunia pendidikan di sebuah Negara memerlukan sebuah bahasa yang seragam sehingga kelangsungan pendidikan tidak terganggu.
Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian, secara konstekstual bahasa yang digunakan anak-anak dwibahasawan berfungsi sebagai alat berinteraksi atau interaksional, merupakan alat diri atau personal, alat untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau heuristik, dan untuk menyatakan imajinasi dan khayal.
B. Saran
1. Kita harus memahami fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
2. Penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan fungsi dan kedudukannya, dan
3. Kita harus berbahasa menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


DAFTAR PUSTAKA

Drs. E. Kosasih, M.Pd. 2002. Kompetensi Ketatabahasaan Cermat  Berbahasa     Indonesia.  Bandung :  CV. Yrama Widya.
Muslich Mansur dan I Gusti Ngurah Oka. 2012. Perencanaan Bahasa pada Era   Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia untuk    Perguruan Tinggi. Jakarta: CV. Akademika Presindo.
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo.
Rohmadi Muhammad, dkk. 2008. Teori dan Aplikasi: Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Surakarta: UNS Press.
Badudu, J.s. 1978. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Moeliono, Anton. 1985. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.
Arifin, E. Zaenal; Tasai, S. Amran (2012). Bahasa Indonesia sebagai Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian. Jakarta: Pustaka Mandiri
Finoza, Lamuddin. (2008). Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Masalah Pendidikan Di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Memasuki abad ke- 21 dunia pendidikan di Indonesia menjadi heboh. Kehebohan tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan di Indonesia. Perasan ini disebabkan karena beberapa hal yang mendasar.
Salah satunya adalah memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain.
Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Permasalahan-permasalahan yang tersebut di atas akan menjadi bahan bahasan dalam makalah yang berjudul “ Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia” ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ciri-ciri pendidikan di Indonesia?
2. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia?
4. Bagaimana solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan ciri-ciri pendidikan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan kualitas pendidikan di Indonesia saat ini.
3. Mendeskripsikan hal-hal yang menjadi penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Mendeskripsikan solusi yang dapat diberikan dari permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pemerintah
Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
2. Bagi Guru
Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
3. Bagi Mahasiswa
Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Ciri-ciri Pendidikan di Indonesia
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sebab pendidikan Indonesia yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi Indonesia untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama, lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani para siswa/mahasiswa.
Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah, menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya.
B. Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.
“Pendidikan ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya,” kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai rapat kabinet terbatas di Gedung Depdiknas, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (12/3/2007).
Presiden memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, antara lain yaitu:
•Langkah pertama yang akan dilakukan pemerintah, yakni meningkatkan akses terhadap masyarakat untuk bisa menikmati pendidikan di Indonesia. Tolak ukurnya dari angka partisipasi.
•Langkah kedua, menghilangkan ketidakmerataan dalam akses pendidikan, seperti ketidakmerataan di desa dan kota, serta jender.
•Langkah ketiga, meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualifikasi guru dan dosen, serta meningkatkan nilai rata-rata kelulusan dalam ujian nasional.
•Langkah keempat, pemerintah akan menambah jumlah jenis pendidikan di bidang kompetensi atau profesi sekolah kejuruan. Untuk menyiapkan tenaga siap pakai yang dibutuhkan.
•Langkah kelima, pemerintah berencana membangun infrastruktur seperti menambah jumlah komputer dan perpustakaan di sekolah-sekolah.
•Langkah keenam, pemerintah juga meningkatkan anggaran pendidikan. Untuk tahun ini dianggarkan Rp 44 triliun.
•Langkah ketujuh, adalah penggunaan teknologi informasi dalam aplikasi pendidikan.
•Langkah terakhir, pembiayaan bagi masyarakat miskin untuk bisa menikmati fasilitas penddikan.
C. Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.
2. Efisiensi Pengajaran Di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya pendidiakan.
Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajaran yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.
Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas. Efektivitas merupakan bagian dari konsep efisiensi karena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian tujuan relative terhadap harganya. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan pola penyebaran dan pendayagunaansumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien. Program pendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standardisasi Pendidikan Di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap standardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.
Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya, yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.
Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.
2. Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).
Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).
4. Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7. Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, — sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.
Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.
Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
D. Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kualitas pendidikan di Indonesia memang masih sangat rendah bila di bandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain. Hal-hal yang menjadi penyebab utamanya yaitu efektifitas, efisiensi, dan standardisasi pendidikan yang masih kurang dioptimalkan. Masalah-masalah lainya yang menjadi penyebabnya yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan,
(7). Mahalnya biaya pendidikan.
Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.
B. Saran
Perkembangan dunia di era globalisasi ini memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.
Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat dalam segala bidang di dunia internasional.

DAFTAR PUSTAKA
http://forum.detik.com.
http://tyaeducationjournals.blogspot.com/2008/04/efektivitas-dan-efisiensi-anggaran.
http://www.detiknews.com.
http://www.sib-bangkok.org.
Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
sayapbarat.wordpress.com/2007/08/29/masalah-pendidikan-di-indonesia.

Budidaya Tanaman Kopi


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah kopi telah dicatat sejauh pada abad ke-19. Pertama kali, kopi hanya ada di Ethiopia, di mana biji-bijian asli ditanam oleh orang Ethiopia dataran tinggi. Akan tetapi, ketika bangsa Arab mulai meluaskan perdagangannya, biji kopi pun telah meluas sampai ke Afrika Utara dan biji kopi di sana ditanam secara massal. Dari Afrika Utara ituah biji kopi mulai meluas dari Asia sampai pasaran Eropa dan ketenarannya sebagai minuman mulai menyebar.
Tanaman kopi diri masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke-13 tepatnyapada tahun 1696 pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun yang sama juga tanaman kopi ditanam di Bogor yang didatangkan dari Malabar India. Adapun jenis kopi yang ditanam adalah kopi Arabika. Kopi merupakan minuman atau bahan penyegar yang banyak dikonsumsi masyarakat, dari yang miskin sampai kaya. Kopi mengandung kafein, yang dalam dosis rendah dapat mengurangi rasa lelah dan membuat pikiran jadi segar. Meskipun demikian kemajuan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa konsumsi kopi dalam jumlah yang besar berpengaruh tidak baik bagi kesehatan. Ini disebabkan kafein jika dikonsumsi dalam jumlah tinggi cepat mempengaruhi sistem saraf pusat, sistem pernapasan, otot, pembuluh darah, jantung dan ginjal pada manusia dan hewan.
B.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman Kopi.
2. Mengetahui teknik produksi bibit tanaman Kopi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Dan Morfologi
a. Botani
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan maka susunan botaninya sangat berbeda dengan tanaman musiman, dan dalam tata nama secara taksonomi ini terdapat klasifikasi-klasifikasi dari tanaman kopi adalah sebagai berikut:
Kindom : Plantae
Divisio : Spermatophita
Sub-divisio : angeospermae
Kelas : dicotiledónea
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea Sp
b. Morfologi
Morfologi dan botani tanaman kopi seperti: Akar, batang, daun, buah, dan bunga.
Akar
Kopi termasuk keluarga (suku rubiaceae ),keluarga coffea,bijinya berkeping dua (dikotil).Susunan akarnya sebgai berikut:
Akar tunggal: akar yang lupus masuk kedalam tanah, berbunga untuk tegaknya tanaman dan penolong bila terjadi kekeringan.
Pada akar tunggal sering timbal akar yang di camping di sebut akar lebar. Pada akar-akar lebar tumbuh akar-akar rambut dan bulu-bulu akar, yang berguna untuk mengisap tanaman.


Batang
Pohon kopi berbatang tegak lurus dan beruas-ruas hampir pada tiap tumbuh kuncup-kuncup pada batang dan cabang susunannya agak rumit pada batang-batang itu sering tumbuh cabang yang tegak lurus, yang direbut cabang (orthotrop) nama cabang atau tunas-tunas yang tumbuh pada batang itu bisa disebut ( wiwilan) tunas air atau cabang air.
Daun
Kopi mempunyai daun bulat telur ujungnya agak meruncing sampai bulat tumbuh pada batang, cabang dan ranting-ranting tersusun berdampingan pada ketiak.
Bunga
Tumbuhnya bunga kopi pada ketiak-ketiak cabang primer tersusun berkelompok, tiap-tiap kelompok terdiri dari 4-6 kuntum bunga yang bertangkai pendek.
Pada tiap-tiap ketiak daun dapat tumbuh 3-4 kelompok bunga maka pada tiap buku dapat tumbuh ± 30 kuntum bunga atau lebih dan pada musim berbunga satu (1) pohon dapat keluar sampai ribuan kuncup.
Kucup bunga tersebut mempunyai susunan sebagai berikut:
  Kelompok berwarna hijau, berukuran kecil dan pendek.
  Daun bunga mahkota terdiri dari 3-8 helaian bunga (tergantung pada jenisnya)
Liberika 6-8 helai
Robusta 3-8 helai
  Benang sari terdiri dari 5-7 helai berukurang pendek
  Tangkai putik berukuran kecil panjang, kepala putik berseri 2 helai
  Bekal buah susunan tengelam didalamnya terdiri-dari 2 butir biji dari bakal buah hingga menjadi masak berlansung 7-12 bulan tergantung dari jenis iklim dan letal geografinya.
Buah
Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, sedangkan buah yang masak berwarna merah. Pada umumnya kopi mengandung 2 butir biji, biji-biji tersebut mempunyai bidang yang datar (perut) dan bidang yang cembung (punggun), tetapi ada kalanya hanya ada satu butir biji yang bentuknya bulat panjang sering disebut biji atau kopi (lanang).
























BAB III
PEMBAHASAN

A. Syarat Tumbuh
a. Lokasi
Di daerah dataran tinggi / pegunungan.
Letaknya terisolir dari pertanaman kopi varietas lain   meter.
Lahan bebas hama dan penyakit.
b. Tanah
pH tanah : 5,5 – 6,5
Top soil : Minimal 2%
Stuktur tanah : Subur, gembur ke dalaman relative > 100 cm.
c. Iklim
Tinggi tempat : 800 – 2000 m dpl
Suhu : 15o C – 25o C
d. Curah hujan : 1.750 – 3000 mm/thn
Bulan Kering 3 bulan
B. Bahan Tanam
Untuk perbanyakan tanaman di lapangan diperluakan Bibit Siap Salur dengan kriteria sebagai berikut:
Sumber benih : Harus berasal dari kebun induk atau perusahaan yang telah di tunjuk
Umur bibit : 8 – 12 bulan
Tinggi : 20 – 40 cm
Jumlah minimal daun tua : 5 – 7
d. Jumlah cabang primer : 1
Diameter batang : 5 -6 cm



C. Penanaman
a. Jarak tanam
Segi empat : 2,5 x 2,5 m
Pagar : 1,5 x 1,5 m
Pagar ganda : 1,5 x 1,5 x 3 m
b. Lubang tanam
Harus dibuat 3 bulan sebelum tanam.
Ukuran lubang 50 x 50 x 50 cm, 60 x 60 x 60 cm, 75 x 75 x 75 cm atau 1 x 1 x 1 m untuk tanah yang berat.
Tanah galian diletakan di kiri dan kanan lubang tanam.
Lubang di biarkan terbuka selama 3 bulan.
Tanah urugan jangan dipadatkan.
c. Penanaman
Penanaman di lakukan pada musim hujan.
Leher akar bibit ditanama rata dengan permukaan tanah.
D. Pemeliharaan
a. Penyiangan
Membersihkann gulma di sekitar tanaman kopi.
Penyiangan dapat dilakukan bersama-sama dengan pengemburan tanah.
b. Pohon Pelindung
Penanaman pohon pelindung
Tanaman kopi sangat memerlukan naungan untuk menjaga agar tanaman kopi jangan berbuah terlalu banyak sehingga kekuatan tanaman cepat habis.
Pohon pelindung ditanam 1 – 2 tahun sebelum penanaman kopi, atau memanfaatkan tanaman pelindung yang ada.
Jenis tanaman untuk pohon pelindung antara lain lamtoro, dadap, sengon, dll.

Pengaturan pohon pelindung
Tinggi perncabangan pohon peindunh di usahakan 2x tinggi pohon kopi.
Pemangkasan pohon pelindung dilakukan pada musim hujan.
Apabila tanaman kopi dan pohon pelindung telah cukup besar, pohon pelindung bisa di perpanjang menjadi 1 : 2 atau 1 : 4.
c. Pemangkasan
Pemangkasan Bentuk
Tinggi pangkasan 1,5 – 1,8 m
Cabang primer teratas harus dipotong tinggi 1 ruas.
Pemangkasan dilakuan di akhir musim hujan.
Pemangkasan Produksi
Pembuangan tunas wiwilan (tunas air) yang timbuh ketas.
Pembuangan cabang cacing dan cabang balik yang tidak menghasilkan buah.
Pembuangan cabang-cabang yang terserang hama penyakit.
Pemangkasan dilakukan 3 – 4 kali setahun dan dikerjakan pada awal musim hujan.
Pemangkasan Peremajaan
Ditujuan pada tanaman yang sudah tua dan produksinya sudah turun temurun.
Pada awal musim hujan, batang, diptong miring setinggi 40 - 50 cm dari leher akar. Bekas potongan diolesi dengan aspal.
Tanah disekeliling tanaman dicangkul dan dipupuk.
Dari beberapa tunas yang tumbuh di pelihara 1 – 2 tunas yang pertumbuhannya baik dan lurus ke atas.





E. Pemupukan
a. Dosis pemupukan kopi per pohon adalah:
Umur
(Tahun) Jenis Pupuk
Urea (gram) TSP (gram) KCl (gram)
1 50 40 40
2 100 80 80
3 150 100 100
4 200 100 100
5-10 300 150 240
> 10 500 200 320

b. Pupuk diberikan dua kali setahun yaitu awal dan akhir musim hujan masing-masing setengah dosis.
c. Cara pemupukan dengan cara membuat parit melingkar pohon sedalam + 10 cm, dengan jarak proyek tajuk pohon ( + 1 m).
F. Pengendalian Hama Penyakit
a. Hama
Hama Bubuk Buah
Penyebab adalah sejenis kumbang kecil.
Menyerang buah muda dan tua.
Pengedalian dengan mekanis yaitu dengan mengumpulkan buah-buah yang terserang, seraca kultur mekanis dengan penjarangan naungan dan tanaman, secara kimia dengan insektisisda Dimecron 50 SCW, Tamaron, Argothion, Lebaycide, Sevin 85 S dengan dosis 22 cc/liter.
Bubuk Cabang (Xyloborus moliberus)
Menyerang / menggerek cabang dan ranting kecil 3 – 7 dari pucuk kopi.
Daun menjadi kuning dan rontok kemudian cabang akan mengering.
Pengendalian sama seperti hama bubuk buah.
b. Penyakit
Penyakit Karat daun
Penyebab adalah jenis cendawan.
Serangan ada bercak-bercak merak kekuningan pada bagian bawah daun, sedangkan di permukaan daun ada bercak kuning. Kemudian daun gugur, ujung cabang muda kering dan buah kopi menjadi hitam kering dan kualitas tidak baik selanjutnya tanaman akan mati.
Pengandalian secara kultur teknis dengan menanam jenis kopi arabika yang tahan seperti S 333, S 288 dan S 759.
G. Panen
Kopi Arabika mulai berbuah pada umur 4 tahun.
Petik buah yang betul masak dengan warna merah tua agar menghasilkan kopi yang berkualitas.
Pada waktu panen (pemetikan) agar berhati-hati supaya tidak ada bagian pohon/cabang/ranting yang rusak.














BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa membudidayakan tanaman Kopi lebih baik di daerah dataran tinggi/pengunungan (800-2000 m dpl).
B.  Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disarankan membudayakan kopi dengan struktur tanah yang subur, gembur dan relative > 100 cm seperti di daerah Bogor.


















DAFTAR PUSTAKA

Internet. Botani dan syarat Tumbuh.http:// WWW. Google.com.2008
Internet.Kapita Selekta perkebunan kopi. http// WWW. Google.com.2008
http://laporanagribisnis.blogspot.com/2008/09/laporan-dasar-agronomi-kopi.html.2013